<

Bagai Ayam Sekarat Di Lumbung Sinyal

Bagai Ayam Sekarat Di Lumbung Sinyal

        Pos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut di Pulau Mangkai, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, hanya dijaga dengan tangan dan kaki. Alat komunikasi yang ada sebatas radio dan telepon seluler, itu pun jika hujan sulit berfungsi karena sinyal antara ada dan tiada. Jangankan kapal patroli, perahu pun mereka tak punya. Padahal, sarana komunikasi merupakan hal yang penting dalam operasi keamanan laut, apalagi di pulau terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Laut China Selatan. Laut China Selatan adalah jalur pelayaran internasional tersibuk nomer dua di dunia. POS TNI AL terdekat di Letung, hanya bisa dijangkau dengan perahu bermesin selama satu jam. Sementara Pangkalan TNI AL Tarempa, Kecamatan Siantan, Kepulauan Anambas, dijangkau dalam enam jam kalau menggunakan perahu bermesin dan 1,5 jam dengan kapal cepat.
          Komandan Pos TNI AL Mangkai Letnan Dua R Onny mengatakan, ketiadaan alat komunikasi yang memadai membuat dia dan empat bawahannya mengandalkan nelayan. Mereka juga mengandalkan informasi dari nelayan untuk memantau aktivitas mencurigakan di laut.
          Onny mengatakan, dirinya berupaya untuk meningkatkan kemampuan Pos TNI AL. Baru-baru ini bangunan pos direnovasi . “Sekarang tidak perlu khawatir kalau badai. Bangunan, dermaga, dan menara pantau sudah dari beton, “ujarnya.
          Prajurit di Pos TNI AL Mangkai menandai tiga titik tempat sinyal ponsel paling kuat diterima.  Lokasi itu berada di ujung dermaga, menara pantau, dan pagar. Di pagar dibuat kotak untuk menaruh ponsel.  Sinyal terkuat hanya bisa untuk telepon dan mengirimkan layanan pesan singkat (SMS). Tidak ada layanan data.  “Kalau mau mengakses internet, harus ke Letung Di sini cuma bisa telepon atau SMS,”ujat Prajurit Satu Daniel, anggota Pos TNI AL Mangkai.
         Sehari-hari, ponsel ditaruh dalam kotak di pagar. Jika ada panggilan, pemiliknya akan mengambil ponsel, lalu berlari ke menara atau dermaga. Bagi Onny dan empat orang lain di pos itu, setiap kali menerima telepon, berarti harus berlari 300 meter dari kotak ke lokasi terbaik penerimaan sinyal di ujung dermag. “ Paling sial kalau sudah berlari, teleponnya putus. Sinyal hilang kalau habis hujan, hampir pasti tak ada sinyal,”kata  Daniel sembari tergelak.
         Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kepulauan Anambas Jeprizal mengatakan, keterbatasan sinyal ponsel menyulitkan warga ikut menjaga keamanan wilayah perbatasan. Kerap warga melihat nelayan asing mencuri ikan di perairan Anambas. Namun, mereka tak bisa segera melapor karena sedang melaut, yang membutuhkan sedikitnya1,5 jam mencapai perairan yang terjangkau sinyal ponsel atau dua jam ke daratan.
         Masalah pertahanan hanya satu dari berbagai persoalan yang timbul karena buruknya infrastruktur komunikasi. Keterbatasan akses internet juga menjadikan pelajar Anambas tidak pernah mengikuti ujian nasional berbasis komputer seperti pelajar lain di jawa. Jeprizal mengatakan, hal ini sudah disampaikan kepada operator seluler, seperti Telkomsel, tetapi belum ada tindak lanjut.

(Sumber : Kompas-Kepulauan Anambas)




Komentar